"I have no philosophy, i have senses."
- Fernando Pessoa
Rasa atau sense, merupakan hal yang paling pribadi menurut saya. Karena meski akan memiliki persamaan tapi secara mendetail, rasa tentunya berbeda bagi setiap orang. Rasa lelah misalnya. Untuk beberapa orang, rasa lelah hadir akibat pekerjaan yang tak kunjung selesai. Ada juga yang merasa lelah karena berusaha meyakinkan seseorang yang dicintainya bahwa ia telah berubah, namun tetap tidak dipercaya.
Begitu juga dengan jatuh cinta. Tolok ukur untuk rasa yang satu ini berbeda pada setiap orang. Indikatornya bisa dilihat dari sejauh mana perasaan cinta itu hadir dalam kehidupan seseorang.
Ada yang dengan mudahnya merasakan jatuh cinta. Sehingga kerap terlihat tidak meyakinkan, karena orang yang merasakan rasa tersebut begitu mudah untuk menyatakannya. Namun, ada pula yang kerap tidak sadar dengan hadirnya rasa tersebut. Kembali, semua itu menjadi berbeda dan tidak akan pernah sama.
Apalagi jika kemudian mengaitkannya dengan variabel pengalaman. Sudah pasti akan jauh semakin berbeda di antara manusia satu dengan yang lainnya.
Belum lama ini, saya sempat bertukar cerita dengan seorang teman baik. Saya bercerita dengan penuh antusias tentang wanita yang tengah menghiasi pikiran. Cerita itu meliputi kebahagiaan hingga kekecewaan yang timbul sepanjang melakukan proses pendekatan. Menariknya, di ujung cerita teman tersebut berkata, "Gawat, Mas Wit. Kamu jatuh cinta,".
Saya pun tertegun. Bahkan terdiam untuk beberapa saat. Pertanyaan "Masa iya?" muncul di benak saya. Hal ini karena beberapa tahun terakhir saya tengah memercayai tidak ada yang dinamakan dengan cinta. Apalagi, dalam sebuah hubungan menurut saya hal yang ada dan diperlukan adalah kompromi dan toleransi.
Jika kembali pada pernyataan sebelumnya, apa yang terjadi dengan saya terhitung menarik. Bagaimana bisa orang lain yang menentukan bahwa perasaan jatuh cinta tersebut telah hinggap. Dan, iya, bukankah rasa itu harusnya dirasakan oleh pribadi yang merasakannya?
Satu hal yang akhirnya saya coba sadari dari pengalaman ini. Terkadang, mungkin kita terlalu asyik dengan euforia dari kedekatan seseorang tanpa bisa menjelaskannya. Sehingga melupakan apa yang sesungguhnya dirasakan. Bahkan kadang rasa yang hadir menjadi asing untuk dikenali.
Well, bagaimanapun saya tidak bisa menyanggah apa yang dikatakan oleh teman baik tersebut. Mungkin sebagai makhluk sosial, kita selalu butuh orang lain sebagai pengingat supaya tetap terjaga. Apalagi tentang rasa.
No comments:
Post a Comment