Pergi Tanpa Pesan



"Jangan pergi agar dicari, jangan sengaja lari agar dikejar. Berjuang tak sebercanda itu."
- Sujiwo Tejo

Saya masih ingat betul bagaimana ketika masih kecil orang tua sering berpesan, "Kalau pergi itu mbokya pamit,". Kata-kata tersebut keluar dengan alasan sederhana, supaya mereka tidak perlu khawatir. Tapi, seiring dengan bertambahnya umur, permintaan tersebut menjadi susah untuk dikabulkan. Pun bagi saya.

Memberikan pesan sebelum pergi menjadi semakin menarik. Apalagi jika dikaitkan dengan kedekatan antara pria dan wanita. Terutama ketika sebuah komitmen belum terbentuk. Tak heran ungkapan "Ditinggal pas lagi sayang-sayangnya," menjadi begitu familiar.

Di tahun ini, saya juga baru tahu ada istilah yang bisa mendefinisikan hal tersebut. Ghosting, begitu katanya. Julukan ini bisa diberikan pada seseorang yang pergi tanpa pamit dan kadang kembali lagi tanpa pemberitahuan. Ya, seperti hantu.

Saya sendiri pernah membaca artikel tentang ghosting ini. Dimana dalam bacaan tersebut, hal demikian masuk dalam kategori bad manner. Well, jika dilogikakan memang masuk akal. Pribadi yang melakukan ghosting bisa dibilang tidak sopan.

Menariknya, seorang teman pernah melakukan survei kecil-kecilan. Ia menanyakan tentang perilaku ini pada sekumpulan rekan kerja yang mayoritas wanita. Jawaban terbanyak diperoleh dengan menyetujui tindakan ini. "Iya lah, mendingan ghosting, if we're not into him, ya udah, pergi aja," ujar mereka.

Mungkin pernyataan yang diberikan ada benarnya. Tapi dalam hubungan pertemanan saja, ghosting sering menjadi keluhan. "Si A tuh nemuin gue kalo pas ada butuhnya aja," ucap seseorang dengan kesal. Bayangkan, di pertemanan saja hal ini menjadi sangat menyebalkan. Bagaimana jika dalam sebuah kedekatan yang meliputi ikatan emosional? Menyakitkan. Iya, kurang lebih itu yang kerap saya dengar.

Saya sendiri bisa dibilang sering menjadi pelaku dari ghosting. Namun, suatu ketika seorang teman baik bercerita mendapatkan perlakuan demikian dari seorang pria yang digandrunginya. Raut kebahagiaan hilang dari wajahnya, meski saat itu ia berusaha untuk selalu tersenyum. Dan pertemuan itu pun menyadarkan saya untuk tidak melakukannya lagi.

Mungkin jawaban, "Lho, memangnya kita dekat?" Atau kalimat lain yang memojokkan kita akan disampaikan, ketika kita memberitahu akan pergi dari kedekatan dengan seseorang. Tapi, pergi tanpa pesan memang tidak selalu menyenangkan untuk orang yang ditinggalkan. Hal ini pun berlaku dalam semua bentuk hubungan manusia. Jadi, benar apa yang dikatakan para orang tua. "Kalau pergi itu mbokya pamit."

No comments:

Post a Comment