Berlalu




"Kita tidak bisa bersama lagi," ujarnya. Belum ada lima menit ia datang dan menutup pintu kamar, namun kata-kata itu yang pertama kali keluar. "Sori, gimana?" Tanyaku. Ia pun kemudian berjalan menghampiriku dan duduk tepat dihadapanku. "Ibu memintaku untuk menyudahi hubungan kita, ia memintaku untuk menikah. Sementara kamu tahu kan, kita tidak bisa kemana-mana?" Ucapnya.

Akupun beranjak dari hadapannya dan duduk di meja kerjaku. "Serius? Aku harus ngomong sama ibu?" Tanyaku lagi.

"Jangan, ia justru memintaku untuk tidak memberitahu alasannya. Tapi aku gak bisa bohong sama kamu. Aku pun tidak tahu harus bagaimana," katanya. "Gila ya? Harusnya malam ini kita tuh senang-senang. Dan kamu tahu apa alasannya. Tapi ternyata malah begini. The worst anniversary night ever!"

Tanpa melihatnya lagi aku pun melangkah keluar kamar. Aku harus menenangkan diri. Sungguh tak kusangka saat seperti ini akan datang juga.
Hari itu adalah momen paling buruk dalam hidupku. Padahal sedari siang aku sudah berniat untuk mengajaknya makan malam merayakan hari jadi kami yang ketiga. Tapi sorenya, ia justru memintaku untuk bertemu di kost, dengan alasan ada hal penting yang perlu dibicarakan. Tak disangka hubungan kami pun harus berakhir.

"Woy, Ndi, kontrak sama riders sudah selesai belum? Ditungguin tuh sama EO-nya," ucap rekan kerja menyadarkanku dari lamunan. "Udah, tinggal kirim, nih," kataku sekenanya. Telah sebulan lamanya hari itu berlalu, namun kekesalan akan apa yang terjadi masih saja datang. Aku dan dia pun sudah tidak berkomunikasi sejak kejadian itu. "Mungkin memang belum jodoh," ujarku dalam hati sembari melanjutkan pekerjaan.

No comments:

Post a Comment