Aku, Vampir yang di tahun ini berusia 345 tahun, bisa dibilang merupakan Vampir tertua di Indonesia. Kalian tidak perlu bertanya mengapa begitu? Aku lebih tua daripada kalian, jadi, biarkan aku lanjut bercerita.
Sekilas kalian tidak akan mengira aku Vampir, ya, karena aku tidak seperti teman-teman dari daratan Cina yang selalu memakai baju daerahnya. Dan kalau kalian bertanya apakah aku bisa berjalan di siang hari? Ya, tentu saja aku bisa. Jika kalian mempertanyakan hal itu, sepertinya kalian punya referensi yang salah mengenai Vampir. Bahkan serial televisi mengenai kami sudah mulai menceritakan kebenaran itu.
Menjadi makhluk yang seperti ini, jelas bukan merupakan keinginanku. Semua bermula dari Noni itu. Ah, mengingatnya saja membuatku senewen. Dia cantik, bahkan jika dia ikut kontes kecantikan dunia saat ini, aku rasa dia akan menjadi pemenangnya. Claudia Vanhoorse, seorang putri petinggi V.O.C, yang saat itu datang ke Indonesia untuk menemui sang ayah. Ayahnya merupakan salah satu petinggi yang sangat disegani. Kalian bertanya apa itu V.O.C ? Sungguh keterlaluan.
Aku merupakan jongos sebatang kara yang bekerja pada sang ayah. Orang tua ku telah meninggal sejak aku berumur 8 tahun, sehingga kemudian aku pun mengabdi untuk meneer ini.
“Kamu, tolong bawakan koper anak saya ke kamarnya” utus Meneer
“Siap meneer”
“Aku mau istirahat dulu pa, perjalanan menuju tempat ini sungguh melelahkan” sahut Claudia tegas
“Sana ikuti dia, dia akan menunjukan kamar mu”
Aku pun berusaha setengah mati untuk membawa barang noni yang beratnya minta ampun. Namun, dengan susah payah akhirnya kami sampai di depan kamar yang telah aku rapikan sebelumnya.
“Silahkan, ini kamarnya”
“Oh, baiklah”
Aku pun segera bergegas untuk keluar dari kamar.
Begitulah awal aku bertemu dengan Claudia, dia dingin, perlakuannya sama seperti orang-orang belanda lain yang ada di Indonesia.
Dari rumor dapur yang aku dengar, Claudia akan berada di tempat ini selama 3 bulan. Sempat aku berpikir apakah di dunia ini tidak ada tempat lain yang lebih indah untuk didatangi?
“Kamu saya tugaskan untuk menemani dan membantu dia dengan segala keperluannya, dia anakku satu-satunya, aku ingin dia menikmati liburannya di sini.”
“Siap Meneer!”
Aku menemani Claudia kemanapun ia pergi. Kalau kalian heran kenapa aku bisa berkomunikasi lancar dengan Claudia, itu karena meneer telah mengajariku bahasa belanda sejak aku berumur 10 tahun.
Claudia selalu tampak murung, mukanya pucat, awalnya aku mengira, mungkin karena orang asing memang putih kulitnya, tapi tidak, mukanya pucat.
“Apakah ada tempat yang indah di sini? Aku ingin memanjakan mataku sejenak” pinta Claudia
“Oh, ada non, mari saya antarkan”
Aku mengantarnya ke kebun teh milik V.O.C yang luasnya melebihi padang golf paling lengkap yang pernah ada.
“Wah, ini indah, terima kasih telah mengantarku ke sini. Tinggalkan aku sejenak nanti kamu akan kupanggil jika aku selesai”
Aku pun meninggalkannya. Sejak pertama ia datang, aku belum pernah melihat matanya berbinar seperti saat itu. Bahkan dia pun tersenyum melihat pemandangan pagi tersebut.
Akupun mengambil jarak yang cukup untuk membiarkannya menikmati kesendirian. Dari kejauhan aku hanya mengamatinya, ia mengambil kertas dan mulai menuliskan sesuatu di sana.
“Ayo, mari kita pulang” panggilnya 15 menit kemudian
“Terima kasih, ini yang aku butuhkan saat ini”
“ Maafkan saya apabila saya lancang Non, Tapi apa yang menjadi mendung di dalam pikiran Noni?”
“Kamu nanti akan takut kalau aku bercerita”
“Meneer menugaskan saya untuk menemani Non selama di sini, kalau memang Noni mau bercerita silahkan”
Tak pernah kubayangkan, bahwa kalimat itu merupakan kesalahan fatal yang telah aku perbuat. Harusnya aku tidak mengatakan hal tersebut.
“Aku ini Vampir” Ujarnya lembut
“Vampir itu apa Non?”
“Peminum darah”
“Ah, Noni ini senang bergurau”
“Aku mengatakan yang sesungguhnya, bahkan ayahku pun tidak mengetahui tentang hal ini”
“Lalu Noni akan menghisap darah saya?”
“Tidak, tidak demikian adanya, tapi mulai sekarang aku akan memintamu untuk menyediakan darah binatang sebagai minumanku, dan jangan beritahu siapa pun tentang hal ini”
Aku pun hanya mengangguk menurut. Aku, saat itu, tidak mengetahui apa itu Vampir, hanya terdapat rasa mencekam yang hadir saat ia mengatakan bahwa ia peminum darah. Dan aku pun bertanya dalam hati, mengapa dia tidak memberi tahu ayahnya mengenai hal ini?
Mulai saat itu, aku pun dengan diam-diam selalu menyertakan darah binatang di setiap menu makannya. Mulai dari darah ayam hingga darah kerbau. Ia pun mulai tampak semakin segar setiap harinya dan mulai menikmati setiap waktu yang ia habiskan di sini.
“Aku menyukai mu” katanya suatu ketika
“Hah? Bukankah memang sudah menjadi tugas saya untuk selalu memenuhi kebutuhan Noni?”
“Kamu tidak takut padaku”
“Kenapa Non?”
“Aku Vampir dan kamu tidak takut padaku, itu bagus”
“Saya sendiri tidak paham betul apa itu Vampir, tapi saya hanya menjalankan tugas”
Sedetik kemudian, ia pun menceritakan bagaimana ia bisa berubah menjadi Vampir. Ia menegaskan bahwa Vampir bukan manusia. Vampir merupakan makhluk yang kejam, karena bisa menghabiskan satu desa untuk memuaskan dahaganya. Bahkan ia pun bercerita tentang alasan sebenarnya mengapa ia datang ke sini.
“Aku jenuh” Ujarnya
“Jenuh meminum darah manusia?” Sahutku polos
“Mungkin saja, satu hal yang jelas aku ingin kembali hidup normal, seperti manusia yang bisa bersosialisasi dengan mudahnya, aku butuh teman yang bisa menemaniku kapan pun. Kamu tahu? Aku tidak bisa mati. Ini kutukan!”
Dengan pengetahuanku saat itu, aku tidak mengerti apa yang terjadi dengan Vampir ketika menangis, yang aku lihat hanya darah mengalir dari kedua ujung mata Claudia. Aku terkejut, takut dan bingung. Kebodohan atas kepolosanku pun terulang kembali.
“Tenang saja Noni, saya akan menemani Non selama Noni membutuhkan saya” ujarku polos.
Ia kemudian menatapku.
“Kamu yakin dengan apa yang kamu katakan barusan?”
“Yakin, sudah menjadi tugas saya untuk selalu menemani Noni, nanti kalau saya tidak menemani Noni, Tuan Meneer pasti kasih hukuman buat saya”
“Kamu mau menemani ku selamanya?”
Ia menatapku dengan lembut. Kecantikannya membuat ku menunduk.
“ Iya Non” sahutku.
Saat itu aku masih belum mengerti kenapa ia menanyakan hal seperti itu berulang kali.
Sejurus kemudian ia menggigit leherku. Aku terdiam. Rasa sakit karena gigitan ditambah hisapan darahnya masih lebih baik daripada muka Meneer yang marah ketika ia tahu aku membuat Claudia kecewa.
“Non, kenapa Noni melakukan ini?”
“Aku suka kamu, dan kamu sudah berjanji akan menemaniku selamanya. Jadi, aku merubahmu menjadi seperti aku, agar kita bisa bersama selamanya”
Ia pun mencium keningku. Aku terkulai lemas tidak bisa bergerak, tapi ada rasa gembira yang hadir saat itu. Aku akan bersama Claudia selamanya.
Setelah kejadian itu, kami pun bertambah dekat, bahkan ia memperlakukanku selayaknya kekasih. Tentunya tidak saat sang ayah berada di sekitar kami. Dia dengan lembut mengajariku dan membimbingku dalam masa peralihan. Aku dapat merasakan detak jantung orang lain, merasakan darah yang mengalir di tubuh orang lain dan aku selalu merasa haus karenanya.
“Darah manusia itu paling lezat, tapi lebih baik kamu tidak meminumnya, aku tidak ingin kamu menjadi monster yang menyeramkan”
Waktu berlalu, tanpa terasa tiga bulan sudah ia di sini. Aku mendapatinya berkemas.
“Jadi, kamu akan kembali ke Belanda?”
Ia menatapku, kemudian ia menghampiriku dan memelukku.
“Iya, aku harus kembali. Sesungguhnya aku ingin membawamu serta namun ayah pasti akan curiga.”
“Oh..”
“Aku akan menunggumu di sana, dan kamu harus menemuiku di sana. Aku akan menunggumu”
Wanita dan kata-katanya, waktu itu aku merasa tenang mendengar ia mengatakan itu.
Tapi waktu sungguh bukan teman bermain yang menyenangkan.
Kami masih sering bertukar kabar melalui surat tanpa sepengetahuan sang ayah. Kalian jangan mengejekku, meskipun aku jongos, tapi aku bisa membaca dan menulis.
Beberapa tahun berlalu, entah mengapa Meneer sungguh percaya kepadaku dan menjadikan aku tangan kanannya. Suatu ketika ia meminta pertolonganku untuk mengurus urusannya di Belanda.
“Kamu ke Belanda, sampaikan surat-surat ini kepada kolegaku di sana. Ini rahasia dan sangat penting, aku ingin kamu menjaga surat-surat ini dengan nyawamu.”
“Tapi meneer?”
“Tidak ada tapi-tapi, besok pagi kamu berangkat, aku sudah mengurus semuanya.”
Mendapati tugas tersebut aku pun bahagia, tapi di lain sisi, aku bertanya apa yang terjadi? Meneer tampak penuh dengan ketegangan ketika ia memintaku untuk ke Belanda tadi. Namun, meskipun begitu aku tetap berangkat dan berharap bisa menemui Claudia di sana.
No comments:
Post a Comment